Hari pun berganti dan tanpa
terasa begitu cepat, waktu pun berlalu, setiap harinya aku bersama keluarga
melakukan aktifitas seperti biasa nya. Semenjak kami pindah dari Lama Inong
Blang Pidie Aceh selatan, ayah ku bekerja sebagai penjual rujak di kaki lima
toko orang didepan komplek asean, selain itu sang ayah juga menerima panggilan
sebagai tukang perabotan rumah tangga dan asbes bagi yang membutuhkan.
Aku pun waktu itu duduk di
kelas 2 SMA negeri 2 Lhokseumawe yang saat ini telah berubah menjadi SMA Negeri
1 Dewantara. Selain aktifitasku sebagai siswa aku pun bekerja sebagai tukang
tempel ban mobil dan sepeda motor di UD Dian Krueng Geukuh, ya lumayan buat
membantu penghasilan kedua orang tua ku dan juga buat nambah uang jajan.
Aktifitas tempel ban yang aku
kerjakan ternyata masih sangat belum ku pelajari dengan baik, sehingga setiap
pekerjaan yang di berikan selalu aja salah di mata mehram (Pemilik tempel ban)
tempat aku bekerja.
Suatu hari mehram memberikan
pekerjaan kepada ku yaitu beliau suruh membuka ban truk yang bocor saat ini,
aku pun bingung bagaimana cara membuka nya karena ban truk itu sangat besar dan
berat, aku pun mengerjakannya dengan sangat yakin bahwa aku bisa mengerjakan
nya.
Tetapi setiap apa yang aku
lakukan tetap saja salah, sehingga kata-kata yang sangat ku ingat sampai kisah
ini kutuliskan yaitu “neukerja beu betoi hai aneuk jawa, bek peng mantong keuh
yang ka pike, nyoe hana ek neukerja neujak wo keudeh” (kalo kerja itu yang
betul hai anak jawa, jangan uang aja yang di pikir, kalo ngak sanggup kerja
silahkan pulang sana). Itu lah kalimat yang di ucapkan kepada ku saat itu, hati
ku pingin marah, tetapi aku berusaha untuk tetap sabar walaupun yang diucapkan
mehram itu sangat menyakitkan bagi ku.
Aku terus melanjutkan
peekerjaan ku sembari mengingat pesan kedua orang tua ku yaitu “ bila kita
kerja ya mau di bilang apa saja ya lebih baik diam, karena dia itu bukan
berarti kita kalah, tetapi kita sedang membuktikan bahwa kita mampu untuk
mengerjakan nya.
Setiap hari nya aku
mendapatkan penghasilan dari pekerjaan ku tidak menentu, kadang dikasih Rp.
35.000,- atau kadang di kasih Rp 50.000,- setiap hari nya. Dengan uang itu aku
berikan kepada kedua orang tua ku dan ku ambil sebagaian untuk uang jajan dan
keperluan sekolah.
Satu tahun lamanya ku bekerja
di UD Diang Krueng geukuh, dan setiap hari nya aku terima umpatan dan ejekan
yang dikeluarkan oleh Mehram. Dan setiap hari nya aku berfikir, apakah aku
meminta ku dilahirkan sebagai anak jawa, karena ayah ku adalah keturunan jawa
dan ibu ku keturunan Aceh. Apakah aku salah bila tinggal di aceh sebagai suku
jawa ? sedangkan dalam darah daging ku juga ada darah Aceh ! semua itu
berkecamuk didalam pikiran ku. Waktu pun berlalu aceh
tetap saja setiap malam sepi mencekam, yang terdengan hanya suara mobil Reo
tentara dan brimob serta suara yang menggemuruh yaitu mobil tank. Seakan aceh
ini akan di bombardir sampai habis. Aktifitas pengajian pun tak lagi dilakukan
karena sering banyak nya razia dan aturan dilarang keluar malam bagi yang tidak
berkepentingan. Malam semakin larut,
kami dan sekeluarga terlelap dalam mimpi dan cita-cita dirumah yang kami
tumpangi selama kami pindah ke kota Krueng Geukueh.
0 comments:
Post a Comment